Langsung ke konten utama

TPG itu Pengakuan Profesionalitas, Bukan Bonus Kerajinan

Dulu, sebelum 20 tahun yang lalu, bertahun-tahun bangsa ini terpuruk dalam pola pendidikan yang tertinggal dan jauh terkebelakang. Hingga kemudian angin perubahan mulai menggoyang pohon keangkuhan. Menggelinding bak bola salju yang kian membesar sampai menjadi badai Reformasi, menuntut perubahan mendasar dalam segala bidang, termasuk tuntutan 20% APBN untuk pendidikan.


Menjawab tantangan tersebut, beragam ide dan konsep mengemuka mencoba perbaikan pendidikan, mulai dari sistem, kualitas tenaga pendidik bahkan sampai kepada kesejahteraan mereka, hingga melahirkan UU Sertifikasi guru yang mengangkat berbagai cemooh kepada fakultas keguruan dan ilmu pendidikan (Tarbiyah) menjadi favorit, dan jadilah guru berpenghasilan lumayan yang membuat banyak kalangan menjadi iri.

Selain kesejahteraan, peningkatan profesionaltas juga menyasar para "mantan" pahlawan tanpa tanda jasa. Ratusan diklat, seminar, pelatihan dan nama-nama lainnya digelar demi peningkatan profesionalisme pendidik, bahkan kemudian karya tulis dan PKB (Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan) menjadi sarat mutlak bagi kenaikan pangkat guru dan dosen.

Sunngguh sebuah badai perubahan yang betul-betul bisa diharapkan mampu melambungkan rongsokan sampah pendidikan masa lalu, hingga dengan bangga di saat badai berlalu, setiap orang akan berkata : Inilah hasil Reformasi

Namun 17 tahun sudah sejak program-program itu diluncurkan, banyak pihak menilai ada yang salah dalam implementasi. Bisa jadi begitu, namun pasti tidak semua. Dan seharusnya mereka tidak menutup mata atas hasil lompatan-lompatan ide tersebut. Apa lagi dengan lahirnya Kurikulum 2013 yang betul-betul lebih mengarahkan pendidikan kepada makna sejatinya, jika sabar sedikit mungkin hasilnya dapat dirasakan bersama.

Sayang sekali, kini sepertinya mimpi perbaikan peningkatan mutu pendidikan itu mesti dikubur kembali, karena atas dasar pemahaman yang salah tentang makna TPG, guru akhirnya dilarang sakit, bahkan dilarang melaksanakan ataupun mengikuti kegiatan pengembangan profesinya. Jika tetap bersikeras untuk sakit atau mengikuti diklat, penataran dan kegiatan "bukan mengajar" lainnya, guru terancam mengembalikan TPG yang ia terima.

Semoga para pengambil kebijakan dan auditor mengerti bahwa sesuai namanya, TPG itu adalah Tunjangan PROFESI guru sebagai pengakuan dan reward atas profesi guru, bukan Bonus Kerajinan buat tenagga buruh yang tidak pernah absen.


https://wasdikmad.blogspot.com/2017/03/tpg-itu-pengakuan-profesionalitas-bukan.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kekeraasan Verbal dan Krisis Kesantunan

Di salah satu blog saya yang lain, saya pernah memposting sebuah artikel tentang Kekuatan Kata-Kata, bagaimana ia mampu merubah rasa empaty, membangkitkan semangat, menopang kekuatan diri, juga sebaliknya mampu menjadi mesin penghancur mimpi. Image : intisari-online.com Terkait dengan efek negatif Kekuatan Kata-Kata tersebut, kali ini sebuah artikel karya Rahmi Yulia, seorang Duta Bahasa Nasional sengaja saya pilihkan buat para reader untuk melihat betapa Kesantunan yang dulunya melekat sebagai jati diri bangsa Indonesia, kini tengah dilanda krisis yang hebat, ditandai dengan maraknya kekerasan verbal di area publik. OK, langsung aja di cekidot, check it out maksudnya :) I. PENDAHULUAN Sejak sekolah dasar, guru di Indonesia pada umumnya telah memberitahu bahwa bahasa menunjukkan bangsa. Slogan ini membutuhkan deksripsi dan narasi yang argumentatif. Bahasa pada ungkapan bahasa menunjukkan bangsa mengacu pada dua hal: pertama bahasa itu sendiri dengan seg...

Sekali Membentak Ribuan Sel Otak Anak Rusak

"Tahukan Anda di dalam setiap kepala seorang anak terdapat lebih dari 10 trilyun sel otak yang siap tumbuh. Satu bentakan atau makian mampu membunuh lebih dari 1 milyar sel otak saat itu juga. Satu cubitan atau pukulan mampu membunuh lebih dari 10 milyar sel otak saat itu juga. Sebaliknya 1 pujian atau pelukan akan membangun kecerdasan lebih dari 10 trilyun sel otak saat itu juga.” Dari beberapa artikel dan penelitian disebutkan bahwa, satu bentakan merusak milyaran sel-sel otak anak kita. Hasil penelitian Lise Gliot, berkesimpulan pada anak yang masih dalam pertumbuhan otaknya yakni pada masa golden age (2-3 tahun pertama kehidupan, red), suara keras dan membentak yang keluar dari orang tua dapat menggugurkan sel otak yang sedang tumbuh. Sedangkan pada saat ibu sedang memberikan belaian lembut sambil menyusui, rangkaian otak terbentuk indah. Penelitian Lise Gliot ini sendiri dilakukan sendiri pada anaknya dengan memasang kabel perekam otak yang dihubungkan dengan sebuah monit...

Penegasan mendikbud Soal UN 2015 (Tunggu Permen)

walaupun belum dinyatakan secara utuh dalam sebuah Peraturan Menteri , hasil kelulusan Ujian Nasional tahun 2015 dipastikan 100% ditentukan oleh masing-masing sekolah. Diharapkan sekolah berlaku jujur untuk kepentingan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Image : visiuniversal.blogspot.com "Pelaksanaannya (UN) tetap. Hasilnya saja yang ditentukan oleh pihak sekolah masing-masing," kata Anies pada acara Seminar Menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 di Medan seperti dilansir dari Antara, Sabtu (10/1). Anies mengatakan, meski hasil kelulusan UN sudah dinyatakan ditentukan 100 persen oleh sekolah, detail lainnya seperti soal UN masih dibahas. "Sekarang ini yang sudah saya nyatakan adalah soal keputusan bahwa hasil kelulusan UN 100 persen akan ditentukan masing-masing pihak sekolah. Sedangkan detail lainnya, 10 hari lagi akan saya umumkan karena masih dalam tahap pembahasan," katanya. Menurut dia, soal kejujuran hasil UN perlu mendapat perhatian besar...