Langsung ke konten utama

Pola Baru Sertifikasi Guru

Belum juga dilaksanakan secara menyeluruh model sertifikasi guru melalui Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), kini muncul pola baru. Sertifikasi guru tahun 2015 ini akan dilaksanakan melalui Pendidikan Profesi Guru dalam Jabatan (PPGJ).

Image :kuambil.com

Agaknya dari tahun ke tahun upaya memperoleh sertifikat profesi guru bukan "dipermudah" melainkan "dipersulit". Yang membuat galau para guru, sejak awal, pemerintahan Joko Widodo terkesan bimbang, apakah program sertifikasi dihapus atau dilanjutkan.

Untuk "mengamankan" program yang telanjur "diminati" para guru itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan PPGJ. Model ini ada kemiripan dengan PLPG. Tahun ini, guru calon peserta sertifikasi yang lolos seleksi administrasi mengikuti seleksi akademik berbasis data hasil uji kompetensi (UKA dan UKG). Peserta yang lulus akan menjalani workshop selama 16 hari di LPTK yang ditutup dengan ujian tulis formatif dan dilanjutkan program Pemantapan Kemampuan Mengajar (PKM).

Selain PPGJ, pada 2016 nanti, Permendikbud No 87 Tahun 2013 tentang Program Pendidikan Profesi Guru mewajibkan setiap guru wajib menempuh Pendidikan Profesi Guru (PPG).

Program instan menjadi guru ini menambah panjang daftar kesemrawutan program-program pendidikan guru. Diakui, guru senantiasa mendapat perhatian khusus dalam setiap perubahan kebijakan strategis pendidikan, namun mengapa masalah guru masih berkutat pada rendahnya kompetensi dan kualitas profesional?

Pemerintah sepatutnya menyadari bahwa program sertifikasi guru secara subtansif gagal mencapai target. Nilai uji kompetensi guru-guru sertifikasi rata-rata nasional di bawah standar, hanya 43,2. Begitu pun guru nonsertifikasi tidak jauh berbeda, terpaut tipis, hanya 42,25.

Yang memprihatinkan program beranggaran triliunan rupiah itu justru melahirkan pribadi-pribadi pendidik yang materialistis dan konsumeristis yang melenceng dari nilai-nilai luhur guru sebagai profesi mulia.

Tak dipungkiri, karut-marut implementasi Kurikulum 2013, salah satunya karena faktor ketidaksiapan sumber daya guru. Realitas ini membangkitkan tekad pemerintah untuk mewujudkan guru berkualitas, antara lain memperketat seleksi calon guru melalui program Pendidikan Profesi Guru (PPG).

Namun di sisi lain, kebijakan politik pendidikan hendaknya mengacu grand design berbasis process oriented, mendasarkan fakta, berkeadilan dan tetap dalam bingkai filosofis- pedagogis pendidikan.

Kita perlu terus mendorong setiap kebijakan didahului kajian komprehensif agar bisa dipertanggungjawabkan. Di masa lalu program sertifikasi guru kental aroma politisasi, instan, dan berorientasi praktis-pragmatis berbasis materi.

Kini saatnya kita benahi. Menyosong penerapkan menyeluruh Kurikulum 2013 pada 2018, pembentukan karakter menjadi prioritas. Program-program pendidikan dan pelatihan guru menjadi momentum untuk menggembleng kualitas pribadi dan integritas moral guru.

Sumber : pendis.kemenag.go.id
http://wasdikmad.blogspot.com/2015/01/pola-baru-sertifikasi-guru.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kekeraasan Verbal dan Krisis Kesantunan

Di salah satu blog saya yang lain, saya pernah memposting sebuah artikel tentang Kekuatan Kata-Kata, bagaimana ia mampu merubah rasa empaty, membangkitkan semangat, menopang kekuatan diri, juga sebaliknya mampu menjadi mesin penghancur mimpi. Image : intisari-online.com Terkait dengan efek negatif Kekuatan Kata-Kata tersebut, kali ini sebuah artikel karya Rahmi Yulia, seorang Duta Bahasa Nasional sengaja saya pilihkan buat para reader untuk melihat betapa Kesantunan yang dulunya melekat sebagai jati diri bangsa Indonesia, kini tengah dilanda krisis yang hebat, ditandai dengan maraknya kekerasan verbal di area publik. OK, langsung aja di cekidot, check it out maksudnya :) I. PENDAHULUAN Sejak sekolah dasar, guru di Indonesia pada umumnya telah memberitahu bahwa bahasa menunjukkan bangsa. Slogan ini membutuhkan deksripsi dan narasi yang argumentatif. Bahasa pada ungkapan bahasa menunjukkan bangsa mengacu pada dua hal: pertama bahasa itu sendiri dengan seg...

Sekali Membentak Ribuan Sel Otak Anak Rusak

"Tahukan Anda di dalam setiap kepala seorang anak terdapat lebih dari 10 trilyun sel otak yang siap tumbuh. Satu bentakan atau makian mampu membunuh lebih dari 1 milyar sel otak saat itu juga. Satu cubitan atau pukulan mampu membunuh lebih dari 10 milyar sel otak saat itu juga. Sebaliknya 1 pujian atau pelukan akan membangun kecerdasan lebih dari 10 trilyun sel otak saat itu juga.” Dari beberapa artikel dan penelitian disebutkan bahwa, satu bentakan merusak milyaran sel-sel otak anak kita. Hasil penelitian Lise Gliot, berkesimpulan pada anak yang masih dalam pertumbuhan otaknya yakni pada masa golden age (2-3 tahun pertama kehidupan, red), suara keras dan membentak yang keluar dari orang tua dapat menggugurkan sel otak yang sedang tumbuh. Sedangkan pada saat ibu sedang memberikan belaian lembut sambil menyusui, rangkaian otak terbentuk indah. Penelitian Lise Gliot ini sendiri dilakukan sendiri pada anaknya dengan memasang kabel perekam otak yang dihubungkan dengan sebuah monit...

Penegasan mendikbud Soal UN 2015 (Tunggu Permen)

walaupun belum dinyatakan secara utuh dalam sebuah Peraturan Menteri , hasil kelulusan Ujian Nasional tahun 2015 dipastikan 100% ditentukan oleh masing-masing sekolah. Diharapkan sekolah berlaku jujur untuk kepentingan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Image : visiuniversal.blogspot.com "Pelaksanaannya (UN) tetap. Hasilnya saja yang ditentukan oleh pihak sekolah masing-masing," kata Anies pada acara Seminar Menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 di Medan seperti dilansir dari Antara, Sabtu (10/1). Anies mengatakan, meski hasil kelulusan UN sudah dinyatakan ditentukan 100 persen oleh sekolah, detail lainnya seperti soal UN masih dibahas. "Sekarang ini yang sudah saya nyatakan adalah soal keputusan bahwa hasil kelulusan UN 100 persen akan ditentukan masing-masing pihak sekolah. Sedangkan detail lainnya, 10 hari lagi akan saya umumkan karena masih dalam tahap pembahasan," katanya. Menurut dia, soal kejujuran hasil UN perlu mendapat perhatian besar...