Salah satu tujuan pemberian Tunjangan Profesi Guru atau yang lebih sering disebut sertfikasi adalah agar guru mampu berkonsentrasi dalam mengajar di kelas tanpa dibayangi dengan urusan-urusan lain seperti urusan utang-piutang karena kebutuhan hidup yang semakin meningkat. Selain itu, dana yang diberikan sebanyak gaji pokok pns ini seharusnya dapat dimanfaatkan untuk menunjang kelancaran proses belajar-mengajar, seperti pengadaan media pembelajaran, buku penunjang dsb.
Namun dalam realitanya, adanya tunjangan sertifikasi ternyata membuat beberapa guru mengalami peningkatan gaya hidup. Tak sedikit guru yang memanfaatkan pemberian tunjangan sertifikasi untuk mengambil kredit mobil dan barang-barang mewah sehingga guru tetap saja disibukkan dengan urusan utang-piutang. Sementara kemampuan mengajarnya tetap mengandalkan gaya kuno yang sangat membosankan dan yang bersangkutan tetap gagap teknologi (Gaptek)
Sebagai sosok yang diguGU dan ditiRU, terutama di kalangan siswa sekolah dasar anak didik cenderung lebih percaya guru dibandingkan dengan orang tuanya sendiri, gaya hidup mewah sejumlah guru banyak dikeluhkan para orang tua. "Bagaimana akan mengajarkan anak hidup sederhana jika gurunya saja bergaya hidup mewah seperti itu?" keluh salah seorang wali murid.
Saya sendiri pernah menyaksikan seorang teman, mengaku sedang tidak punya uang, tetapi ketika teman lainnya memamerkan gadget barunya, segera saja teman pertama tadi mendatangi counter layanan kredit elektronik terdekat dan langsung mengikat kontrak untuk memiliki gadget yang sama.
Aneh memang, tapi itulah Indonesia kita. Bukan disebabkan tingkat ekonomi rata-rata yang sudah mapan atau lebih dari mapan. Namun, gaya hidup mewah di sini lebih disebabkan oleh kecendrungan sifat hidup konsumtif. Seringkali rasa gengsi dan ingin dipuji adalah motif utama dibalik gaya hidup mewah ini. Sehingga wajar bila perusahaan-perusahaan elektronik, furniture, properti dan otomotif dunia menjadikan negeri ini sebagai ladang garapan yang mengasikkan.
Kalau sedikit melirik ke atas, negeri yang masih patron-client ini memang sangat diwarnai oleh kehidupan para petinggi, pejabat dan pesohor-pesohor negeri, termasuk para selebritas. Gaya hidup mereka sepertinya menjadi tolak ukur bagi masyarakat yang masih didik dalam "kebodohan" ini. Di tambah media masa elektoronik maupun cetak yang senagaja mengekspos kehidupan borjuis dan hedenois mereka demi ratting dan arus iklan.
"Rumput tetangga memang selalu tampak lebih hijau", namun hendaknya jangan pula lupa "untuk mengukur bayangan setinggi badan". Sebab bila tetap dipaksakan, berbagai perbuatan tercela akan lahir demi memuaskan kehendak yang sebenarnya bukan kebutuhan itu. Hampir semua pelaku tindak kejahatan keuangan disebabkan oleh gaya hidup yang tidak benar ini.
Makanya, terlepas dari kontroversi memahami materinya, Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Yuddy Krisnandi No 13/2014 tentang Gerakan Hidup Sederhana hendaknya lebih disikapi secara bijak agar kehidupan lebih tenang dan jauh dari hutang. Hidup sederhana, sama sekali berbeda dengan hidup miskin.
![]() |
Foto : dangstars.blogspot.com |
Sebagai sosok yang diguGU dan ditiRU, terutama di kalangan siswa sekolah dasar anak didik cenderung lebih percaya guru dibandingkan dengan orang tuanya sendiri, gaya hidup mewah sejumlah guru banyak dikeluhkan para orang tua. "Bagaimana akan mengajarkan anak hidup sederhana jika gurunya saja bergaya hidup mewah seperti itu?" keluh salah seorang wali murid.
Saya sendiri pernah menyaksikan seorang teman, mengaku sedang tidak punya uang, tetapi ketika teman lainnya memamerkan gadget barunya, segera saja teman pertama tadi mendatangi counter layanan kredit elektronik terdekat dan langsung mengikat kontrak untuk memiliki gadget yang sama.
![]() |
Foto : 1491medan.blogspot.com |
Kalau sedikit melirik ke atas, negeri yang masih patron-client ini memang sangat diwarnai oleh kehidupan para petinggi, pejabat dan pesohor-pesohor negeri, termasuk para selebritas. Gaya hidup mereka sepertinya menjadi tolak ukur bagi masyarakat yang masih didik dalam "kebodohan" ini. Di tambah media masa elektoronik maupun cetak yang senagaja mengekspos kehidupan borjuis dan hedenois mereka demi ratting dan arus iklan.
"Rumput tetangga memang selalu tampak lebih hijau", namun hendaknya jangan pula lupa "untuk mengukur bayangan setinggi badan". Sebab bila tetap dipaksakan, berbagai perbuatan tercela akan lahir demi memuaskan kehendak yang sebenarnya bukan kebutuhan itu. Hampir semua pelaku tindak kejahatan keuangan disebabkan oleh gaya hidup yang tidak benar ini.
Makanya, terlepas dari kontroversi memahami materinya, Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Yuddy Krisnandi No 13/2014 tentang Gerakan Hidup Sederhana hendaknya lebih disikapi secara bijak agar kehidupan lebih tenang dan jauh dari hutang. Hidup sederhana, sama sekali berbeda dengan hidup miskin.
Komentar
Posting Komentar