Langsung ke konten utama

Pendidikan Abad 21 dan Profesionalitas Guru

Sejumlah pengamat, pemerhati dan pakar pendidikan sepakat bahwa memasuki abad 21 ini pendidikan itu secara esensial telah mengalami pergeseran atau perubahan paradigma yang mesti disikapi secara bijak dan adoptif oleh para guru. Jika tidak, pendidikan hanya akan jalan di tempat dan cenderung gagal memenuhi tuntutan perkembangan peradaban.

Foto : sejarahpendidikan1.blogspot.com

Pergeseran atau perubahan paradigma itu antara lain meliputi :
  1. Perubahan dari belajar terminal ke belajar sepanjang hayat,
  2. Perubahan dari belajar berfokus pada penguasaan pengetahuan ke belajar berorientasi holistik,
  3. Perubahan citra hubungan guru-murid yang bersifat konfrontatif ke arah citra hubungan kemitraan,
  4. Perubahan dari pengajar yang menekankan pengetahuan skolastik (akademik) ke penekanan keseimbangan yang berfokus pada pendidikan nilai (spiritual, moral, etika, sosial budaya dan skill)
  5. Pergeseran dari kampanye melawan buta aksara ke kampanye melawan buta teknologi, budaya, dan komputer,
  6. Pergeseran dari penampilan guru yang terisolasi ke penampilan dalam tim kerja (network) yang merubah konsentrasi eksklusifitas guru menjadi kompetitif dalam orientasi kerja sama.
Menyikapi pergeseran dan atau perubahan paradigma ini semestinya diikuti pula oleh kebersediaan para pendidik untuk mengeset ulang pola pikir mereka dengan menghentikan dan mencopot (unlearn) kebiasaan dan pelajaran-pelajaran yang ternyata tidak benar, tidak berguna atau tidak komplit karena telah kadaluarsa dan ketinggalan zaman, untuk selanjutnya diisi kembali dengan pengetahuan dan ketrampilan baru yang lebih kompetible dan qualifiyed (relearn).

Dekonstruksi mindset atau penataan ulang pola pikir guru menjadi sangat urgens dalam konteks pendidikan sepanjang hayat. Sebab pergeseran dan perubahan paradigma pendidikan adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihindari oleh siapapun. Akan sangat aneh bila zaman gini seorang guru masih berkutat pada kebenaran buku pegangannya secara leterleks (harus sesuai buku) sementara ribuan bahkan milyaran kebenaran lain ada disekeliling peserta didik yang dengan mudah mereka gapai hanya lewat sentuhan jemarinya.

Oleh karena itu, menjadi guru profesional tidak cukup hanya bermodalkan sekadar memnuhi kualifikasi pendidikan dan sertifikat pendidik. Seorang guru profesional juga harus memiliki soft skill dan kompetensi kepribadian yang utuh dengan menghayati prinsip mendidik sebagai panggilan hati nurani. Dia sang profesional adalah seorang enterpreneur yang memiliki self motivation, self growth, dan capability.

Sebagai seorang enterpreneur, guru profesional mutlak memiliki kemandirian yang memancarkan kepribadian, kewibawaan, kejujuran dan intelektulitas keilmuan yang mumpuni. Ia senantiasa harus dapat memotivasi diirinya untuk berkembang hingga memiliki kapabelitas yang memenuhi bahkan melampui standar kelayakan pendidikan minimal.

Akhirnya sesuai dengan Undang-undang sistem pendidikan nasional (UU sisdiknas) dan peraturan-peraturan pelaksanaannya, seorang guru Indonesia pada abad 21 ini diharapkan menjadi profil guru yang :
  • Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang;
  • Berbasis penguasaan ilmu yang kuat;
  • Menguasai keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan
  • Mampu melaksanakan pengembangan profesi secara berkesinambungan.
Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan ditambah dengan berbagai upaya dan kompetensi lain lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang profesional (awink)

http://wasdikmad.blogspot.com/2014/12/pendidikan-abad-21-dan-profesionalitas-guru.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kekeraasan Verbal dan Krisis Kesantunan

Di salah satu blog saya yang lain, saya pernah memposting sebuah artikel tentang Kekuatan Kata-Kata, bagaimana ia mampu merubah rasa empaty, membangkitkan semangat, menopang kekuatan diri, juga sebaliknya mampu menjadi mesin penghancur mimpi. Image : intisari-online.com Terkait dengan efek negatif Kekuatan Kata-Kata tersebut, kali ini sebuah artikel karya Rahmi Yulia, seorang Duta Bahasa Nasional sengaja saya pilihkan buat para reader untuk melihat betapa Kesantunan yang dulunya melekat sebagai jati diri bangsa Indonesia, kini tengah dilanda krisis yang hebat, ditandai dengan maraknya kekerasan verbal di area publik. OK, langsung aja di cekidot, check it out maksudnya :) I. PENDAHULUAN Sejak sekolah dasar, guru di Indonesia pada umumnya telah memberitahu bahwa bahasa menunjukkan bangsa. Slogan ini membutuhkan deksripsi dan narasi yang argumentatif. Bahasa pada ungkapan bahasa menunjukkan bangsa mengacu pada dua hal: pertama bahasa itu sendiri dengan seg...

Sekali Membentak Ribuan Sel Otak Anak Rusak

"Tahukan Anda di dalam setiap kepala seorang anak terdapat lebih dari 10 trilyun sel otak yang siap tumbuh. Satu bentakan atau makian mampu membunuh lebih dari 1 milyar sel otak saat itu juga. Satu cubitan atau pukulan mampu membunuh lebih dari 10 milyar sel otak saat itu juga. Sebaliknya 1 pujian atau pelukan akan membangun kecerdasan lebih dari 10 trilyun sel otak saat itu juga.” Dari beberapa artikel dan penelitian disebutkan bahwa, satu bentakan merusak milyaran sel-sel otak anak kita. Hasil penelitian Lise Gliot, berkesimpulan pada anak yang masih dalam pertumbuhan otaknya yakni pada masa golden age (2-3 tahun pertama kehidupan, red), suara keras dan membentak yang keluar dari orang tua dapat menggugurkan sel otak yang sedang tumbuh. Sedangkan pada saat ibu sedang memberikan belaian lembut sambil menyusui, rangkaian otak terbentuk indah. Penelitian Lise Gliot ini sendiri dilakukan sendiri pada anaknya dengan memasang kabel perekam otak yang dihubungkan dengan sebuah monit...

Penegasan mendikbud Soal UN 2015 (Tunggu Permen)

walaupun belum dinyatakan secara utuh dalam sebuah Peraturan Menteri , hasil kelulusan Ujian Nasional tahun 2015 dipastikan 100% ditentukan oleh masing-masing sekolah. Diharapkan sekolah berlaku jujur untuk kepentingan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Image : visiuniversal.blogspot.com "Pelaksanaannya (UN) tetap. Hasilnya saja yang ditentukan oleh pihak sekolah masing-masing," kata Anies pada acara Seminar Menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 di Medan seperti dilansir dari Antara, Sabtu (10/1). Anies mengatakan, meski hasil kelulusan UN sudah dinyatakan ditentukan 100 persen oleh sekolah, detail lainnya seperti soal UN masih dibahas. "Sekarang ini yang sudah saya nyatakan adalah soal keputusan bahwa hasil kelulusan UN 100 persen akan ditentukan masing-masing pihak sekolah. Sedangkan detail lainnya, 10 hari lagi akan saya umumkan karena masih dalam tahap pembahasan," katanya. Menurut dia, soal kejujuran hasil UN perlu mendapat perhatian besar...