Langsung ke konten utama

Contoh Sekularisasi Dalam Pendidikan

Bagi guru Sejarah Nasional tentunya tidak asing lagi dengan foto wanita ini. Pejuang kemerdekaan yang dilahirkan pada tahun 1848 ini merupakan keturunan langsung Sultan Aceh. Ia menikah dengan Teuku Ibrahim Lamnga pada usia masih belia tahun 1862 dan memiliki seorang anak laki-laki.

Foto : suaranews.com

Ketika Perang Aceh meluas tahun 1873, Cut Nyak Dien memimpin perang di garis depan, melawan Belanda yang mempunyai persenjataan lebih lengkap. Setelah bertahun-tahun bertempur, pasukannya terdesak dan memutuskan untuk mengungsi ke daerah yang lebih terpencil. Dalam pertempuran di Sela Glee Tarun, Teuku Ibrahim gugur. Kendati demikian, Cut Nyak Dien melanjutkan perjuangan dengan semangat berapi-api. Kebetulan saat upacara penguburan suaminya, ia bertemu dengan Teuku Umar yang kemudian menjadi suami sekaligus rekan perjuangan.

Dengan latar belakang keturunan Sulthan Aceh dan kedua suaminya yang bergelar Teuku, pantaskah foto Bunda Pejuang ini dipaparkan "tanpa hijab"? Itulah yang kita kenal selama ini sebagai buah tangan dari pemimpin sekuler di era orde baru. Pemerintah zaman itu pula yang mulai membuang pelajaran budi pekerti dari Sekolah dasar dan menggantinya dengan Pendidikan Moral Pancasila. Lalu Pemerintah itu pula yang hanya menyisakan 2 jam pelajaran agama di sekolah-sekolah formal. (kini, dengan kembali ke KTSP 2006, sepertinya Rezim Sekuler mendapatkan momentum yang tepat untuk semakin membenamkan kuku-kukunya)

Terkait foto Cut Nyak Dhien di atas, seorang penulis buku yang menemukan foto asli tersebut dari negara penjajah telah membuktikan bahwa sang "Ratu Aceh" ini adalah adalah sosok muslimah yang menutup aurat. Demikian pula halnya dengan Cut Meutia dan Panglima Laksamana Malahayati--barangkali satu-satunya di dunia ini yang punya Angkatan Laut dipimpin perempuan,--juga digambarkan bersanggul tanpa hijab.

Begitulah pemerintah sekuler, foto seorang muslimah yang menjaga kehormatannya dengan menutup aurat pun mereka rubah menjadi gambar wanita yang terbuka auratnya. Meski hanya sebuah foto, sama dengan efek sejarah itu sendiri, pengaruh pengajaran sekularisme betul-betul telah meluluh-lantakkan kedaulatan bangsa. Sementara tutur pesona mereka masih mengaku bahwa negara ini didirikan atas dasar "Ketuhanan Yang Maha Esa", tapi mereka dengan sekuat tenaga menjauhkan anak-anak bangsa dari agamanya.
http://wasdikmad.blogspot.com/2014/12/contoh-sekularisasi-dalam-pendidikan.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kekeraasan Verbal dan Krisis Kesantunan

Di salah satu blog saya yang lain, saya pernah memposting sebuah artikel tentang Kekuatan Kata-Kata, bagaimana ia mampu merubah rasa empaty, membangkitkan semangat, menopang kekuatan diri, juga sebaliknya mampu menjadi mesin penghancur mimpi. Image : intisari-online.com Terkait dengan efek negatif Kekuatan Kata-Kata tersebut, kali ini sebuah artikel karya Rahmi Yulia, seorang Duta Bahasa Nasional sengaja saya pilihkan buat para reader untuk melihat betapa Kesantunan yang dulunya melekat sebagai jati diri bangsa Indonesia, kini tengah dilanda krisis yang hebat, ditandai dengan maraknya kekerasan verbal di area publik. OK, langsung aja di cekidot, check it out maksudnya :) I. PENDAHULUAN Sejak sekolah dasar, guru di Indonesia pada umumnya telah memberitahu bahwa bahasa menunjukkan bangsa. Slogan ini membutuhkan deksripsi dan narasi yang argumentatif. Bahasa pada ungkapan bahasa menunjukkan bangsa mengacu pada dua hal: pertama bahasa itu sendiri dengan seg...

Sekali Membentak Ribuan Sel Otak Anak Rusak

"Tahukan Anda di dalam setiap kepala seorang anak terdapat lebih dari 10 trilyun sel otak yang siap tumbuh. Satu bentakan atau makian mampu membunuh lebih dari 1 milyar sel otak saat itu juga. Satu cubitan atau pukulan mampu membunuh lebih dari 10 milyar sel otak saat itu juga. Sebaliknya 1 pujian atau pelukan akan membangun kecerdasan lebih dari 10 trilyun sel otak saat itu juga.” Dari beberapa artikel dan penelitian disebutkan bahwa, satu bentakan merusak milyaran sel-sel otak anak kita. Hasil penelitian Lise Gliot, berkesimpulan pada anak yang masih dalam pertumbuhan otaknya yakni pada masa golden age (2-3 tahun pertama kehidupan, red), suara keras dan membentak yang keluar dari orang tua dapat menggugurkan sel otak yang sedang tumbuh. Sedangkan pada saat ibu sedang memberikan belaian lembut sambil menyusui, rangkaian otak terbentuk indah. Penelitian Lise Gliot ini sendiri dilakukan sendiri pada anaknya dengan memasang kabel perekam otak yang dihubungkan dengan sebuah monit...

Penegasan mendikbud Soal UN 2015 (Tunggu Permen)

walaupun belum dinyatakan secara utuh dalam sebuah Peraturan Menteri , hasil kelulusan Ujian Nasional tahun 2015 dipastikan 100% ditentukan oleh masing-masing sekolah. Diharapkan sekolah berlaku jujur untuk kepentingan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Image : visiuniversal.blogspot.com "Pelaksanaannya (UN) tetap. Hasilnya saja yang ditentukan oleh pihak sekolah masing-masing," kata Anies pada acara Seminar Menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 di Medan seperti dilansir dari Antara, Sabtu (10/1). Anies mengatakan, meski hasil kelulusan UN sudah dinyatakan ditentukan 100 persen oleh sekolah, detail lainnya seperti soal UN masih dibahas. "Sekarang ini yang sudah saya nyatakan adalah soal keputusan bahwa hasil kelulusan UN 100 persen akan ditentukan masing-masing pihak sekolah. Sedangkan detail lainnya, 10 hari lagi akan saya umumkan karena masih dalam tahap pembahasan," katanya. Menurut dia, soal kejujuran hasil UN perlu mendapat perhatian besar...