Sebagai pemantau, penilai dan pembina madrasah, pengawas tentu saja tidak bisa jauh-jauh dari lembaga pendidikan yang berada di bawah binaannya. Namun terlalu lama dan atau terlalu sering berada di madrasah juga menimbulkan masalah bagi warga wadrasah, khususnya bagi guru dan kepala madrasah.
Menghadapi dilema ini, dengan memperhatikan sejumlah indikator operasional pelaksanaan tugas pengawas pendidikan maka sebaiknya direktorat Jenderal Pendidikan Islam (dirjen pendis) turun tangan menetapkan aturan berapa lama seorang pengawas harus berada di madrasah.
Standar yang ditetapkan perlu mempertimbangkan keberadaan pengawas pada konteks geografis karena pengawas di perkotaan dengan jarak dari pusat kendali pendidikan tingkat kabupaten/kota yang relatif dekat berbeda dengan pengawas di berbagai daerah yang jarak tempuh ke sekolah binaannya jauh.
Sebelum standar ditetapkan pemerintah, maka kita dapat membuat model komposisi waktu yang dibutuhkan seorang pengawas melaksanakan kegiatan tatap muka dan nontatap muka di sekolah binaan. Pengaturan waktu bergantung pula pada program pengawas dengan memanfaatkan 37,5 jam per minggu untuk melaksanakan pembinaan di sekolah dan pelaksanaan tugas yang lainnya.
Dasar pertimbangan dalam mengalokasikan waktu pelaksanaan tugas pengawas;
Sebagai konsekuensi dari pengaturan seperti di atas, maka yang diperlukan adalah adanya bukti fisik yang akuntabel dalam bentu adminstrasi, daftar hadir penunaian tugas kepengawasan seperti kolaborasi pengawas dalam penyusunan program, pengembangan instrumen pengawasan, pembahasan hasil pengawasan, hingga penyusunan laporan bersama pada tingkat kabupaten/kota.
Untuk mendukung itu diperlukan struktur organisasi profesi handal. Eksistensi kepengurusan kelompok kerja pengawas sekolah (KKPS) atau musyawarah kerja pengawas sekolah (MKPS) menjadi instrumen yang mutlak harus ada dan berfungsi untuk menunjang kerja pengawas yang lebih profesional dan akuntabel.
Sumber : http://gurupembaharu.com
Menghadapi dilema ini, dengan memperhatikan sejumlah indikator operasional pelaksanaan tugas pengawas pendidikan maka sebaiknya direktorat Jenderal Pendidikan Islam (dirjen pendis) turun tangan menetapkan aturan berapa lama seorang pengawas harus berada di madrasah.
Standar yang ditetapkan perlu mempertimbangkan keberadaan pengawas pada konteks geografis karena pengawas di perkotaan dengan jarak dari pusat kendali pendidikan tingkat kabupaten/kota yang relatif dekat berbeda dengan pengawas di berbagai daerah yang jarak tempuh ke sekolah binaannya jauh.
Sebelum standar ditetapkan pemerintah, maka kita dapat membuat model komposisi waktu yang dibutuhkan seorang pengawas melaksanakan kegiatan tatap muka dan nontatap muka di sekolah binaan. Pengaturan waktu bergantung pula pada program pengawas dengan memanfaatkan 37,5 jam per minggu untuk melaksanakan pembinaan di sekolah dan pelaksanaan tugas yang lainnya.
Dasar pertimbangan dalam mengalokasikan waktu pelaksanaan tugas pengawas;
- Indikator opersional tugas pengawas lebih banyak yang masuk kategori kegiatan nontatap muka
- Secara empirik kebutuhan waktu pengawas untuk melakukan kegiatan administratif, pengembangan dan evaluasi pendidikan, dan pengembangan karya inovatif memerlukan waktu yang cukup banyak.
- Kehadiran pengawas minimal satu kali sampai dua kali dalam tiap bulan ke tiap sekolah binaan sepanjang memenuhi standar prosedur pelaksanaan tugas manajerial dan akademik cukup memadai.
- Kehadiran pengawas yang terlalu sering ke sekolah dapat menimbulkan dampak yang kontraproduktif karena tingkat kepadatan tugas guru dan kepala sekolah jika dilihat dari beban tugasnya sudah sangat padat, kecuali sekolah meminta pengawas hadir lebih daripada itu.
- Setiap pengawas hadir ke sekolah tanpa persipan program serta perangkat administrasi pengawasan sulit diukur efektivitas kegiatannya, oleh karena itu aktivitas pengawas sebaiknya terprogram secara nasional terutama dalam mendorong peningkatan mutu sekolah dalam memenuhi standar SNP.
- Pengawas memiliki sekolah binaan minimal 7 dan/atau 40 orang guru dalam mata pelajaran atau rumpun mata pelajaran serta memiliki kewajiban membina kepala sekolah. Untuk melaksanakan kegiatan ini sebaiknya pengawas memiliki standar prosedur melaksanakan pemantauan, penilaian, pembinaan yang ditetapkan secara nasional untuk mendapatkan produk pengawasan yang terstandar.
- Pengawas memiliki tanggung jawab pengawasan akademik dan manajerial yang meliputi dua aspek utama, yaitu, peningkatan dan penjaminan mutu. Untuk itu diperlukan pula panduan teknis yang sebaiknya dikembangkan rujukan teknis agar pekerjaan pengawas dapat sekurang-kurangnya memenuhi standar pelayanan minimal.
- Model pengaturan kehadiran pengawas dengan asumsi seorang pengawas memilliki beban membina delapan sekolah, maka idealnya pengawas mengalokasikan waktu kerja selama satu maksimal dua hari kerja pada tiap sekolah tiap bulan memungkinkan pengawas untuk bekerja lebih efektif dan akuntabel.
- Model pengaturan kegiatan tatap muka seperti itu mendorong pengawas bekerja di sekolah binaan selama 14 hari kerja di sekolah dalam realisasinya jumlah itu akan cenderung bertambah dengan adanya kegiatan di luar itu seperti pemantauaan penerimaan siswa baru, UN, ulangan umum, dan penilaian kinerja serta kegiatan lainnya.
Sebagai konsekuensi dari pengaturan seperti di atas, maka yang diperlukan adalah adanya bukti fisik yang akuntabel dalam bentu adminstrasi, daftar hadir penunaian tugas kepengawasan seperti kolaborasi pengawas dalam penyusunan program, pengembangan instrumen pengawasan, pembahasan hasil pengawasan, hingga penyusunan laporan bersama pada tingkat kabupaten/kota.
Untuk mendukung itu diperlukan struktur organisasi profesi handal. Eksistensi kepengurusan kelompok kerja pengawas sekolah (KKPS) atau musyawarah kerja pengawas sekolah (MKPS) menjadi instrumen yang mutlak harus ada dan berfungsi untuk menunjang kerja pengawas yang lebih profesional dan akuntabel.
Sumber : http://gurupembaharu.com
Komentar
Posting Komentar